Salah satu tanda kematangan santri dalam belajar adalah ketika ia mulai nyaman dengan proses, bukan hanya dengan hasil.
Di awal mondok, b

anyak santri merasa berat: rindu rumah
, kaget dengan disiplin, lelah dengan jadwa
l padat. Tapi seiring waktu, yang dulu terasa beban berubah menjadi kebiasaan, dan yang dulu tampak sulit kini jadi bagian dari keseharian.
Itulah momen penting tanda bahwa anak sedang bertumbuh.
Nyaman bukan berarti santai tanpa perjuangan, tapi mampu berdamai dengan ritme kehidupan pesantren. Ia mulai paham bahwa belajar bukan hanya soal menguasai pelajaran, tapi juga melatih jiwa untuk sabar, disiplin, dan menghargai waktu.
Psikolog Carol Dweck menyebut keadaan ini sebagai growth mindset pola pikir yang melihat tantangan bukan sebagai beban, tapi sebagai jalan menuju kemajuan.
Dalam bahasa tarbiah Islam, inilah yang disebut tazkiyah an-nafs penyucian jiwa lewat proses yang konsisten dan penuh kesungguhan.
Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS. Al-‘Ankabut: 69)
Ketika anak mulai bisa tersenyum me
ski lelah belajar, mampu tertib tanpa disuruh, dan menikmati kebersamaan dengan teman se-asrama, itulah tanda-tanda rasa nyaman yang bernilai pendidikan.
Rasulullah ﷺ sendiri mendidik para sahabat dengan pola hidup yang teratur, kebersamaan, dan kedisiplinan.
Mereka tumbuh menjadi pribadi tangguh bukan karena selalu dimanjakan, tapi karena terbiasa menghadapi
kesulitan dengan hati yang lapang.
Maka ketika santri mulai nyaman dengan suasana asrama bukan karena semuanya mudah, tapi karena ia sudah belajar menerima dan menghayati prosesnya di situlah pendidikan pesantren mencapai maknanya.
Ia sedang ditempa menjadi pribadi yang kuat, sabar, dan ikhlas belajar sepanjang hayat.
