Mengajar Sesuai Zaman dan Keadaan Santri

MTs Persis Sindang
Sharing is caring

Dalam dunia pendidikan, sering kali kita lupa bahwa yang sedang kita ajar bukanlah “versi mini” dari diri kita, melainkan manusia yang hidup di zaman yang berbeda dengan tantang

an, cara berpikir, dan kebutuhan yang juga berbeda. Guru kadang tanpa sadar mengukur kemampuan siswa dengan ukuran ideal dalam pikirannya sendiri, seolah semua anak harus bisa, harus cepat, dan harus seperti yang diharapkan hari ini.
Padahal, setiap anak memiliki fase perkembangan psikologis dan sosial yang berbeda. Menuntut siswa berpikir dewasa sebelum waktunya sama halnya seperti meminta bunga mekar sebelum musimnya bisa saja mekar, tapi cepat layu. Di sinilah pentingnya gur
u memahami psikologi perkembangan dan konteks zaman mereka. Anak-anak hari ini tumbuh dalam dunia serba cepat, namun tetap butuh bimbingan yang hangat dan pendekatan yang manusiawi.
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya menulis dengan sangat dalam:
“Pendidikan seharusnya diberikan secara bertahap sesuai kemampuan akal anak. Terlalu keras dalam mengajar dan memaksakan sesuatu yang belum mampu dipahami akan melemahkan semangat belajar dan membuatnya enggan mencari ilmu.”
Pandangan ini menunjukkan bahwa kurikulum hati dan akal harus berjalan seimbang ilmu harus disam
paikan sesuai kesiapan mental dan nalar peserta didik.
Sementara itu, ahli psikologi perkembangan seperti Jean Piaget menjelaskan bahwa kemampuan berpikir anak berkembang melalui tahapan-tahapan yang berbeda dari tahap konkret menuju abstrak. Maka, pendekatan pembelajaran yang efektif harus selaras dengan tahap berpikirnya. Begitu juga Erik Erikson yang menegaskan bahwa setiap usia memiliki tugas perkembangan sosial-emosional yang berbeda; teka
nan berlebih tanpa dukungan bisa memunculkan rasa tidak percaya diri dan kegelisahan belajar.
Dalam konteks Islam, Rasulullah ﷺ menjadi teladan abadi dalam memahami perbedaan ini. Beliau tidak pernah menyamaratakan murid-muridnya (para sahabat), tetapi memberikan bimbingan sesuai kapasitas dan latar belakangnya. Kepada pemuda dengan semangat, beliau arahkan dengan hikmah; kepada orang tua dengan kebijaksanaan; kepada masyarakat umum dengan bahasa yang lembut dan dapat dicerna semua kalangan.
Maka, guru bijak bukan hanya yang banyak ilmunya, tetapi yang mampu menyesuaikan diri dengan zaman dan jiwa muridnya. Mengajar sesuai keadaan siswa bukan berarti menurunkan standar pendidikan, tetapi menemukan cara terbaik agar ilmu menyentuh akal sekaligus menumbuhkan jiwa. Walaahu alam

Sharing is caring

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *